NUNU
Pagi
itu pagi yang cerah. Matahari menampakkan sinarnya yang terang. Sangat berbeda
dengan hari kemarin yang mendung dan sesekali diiringi dengan turunnya hujan
yang sangat deras. Semua orang sangat senang dihari itu, terlebih lagi dengan
para ibu rumah tangga karena mereka dapat mengeringkan pakaian keluarga mereka
yang sedari kemarin basah dan tidak kering. Tapi hal lain dirasakan oleh
seorang gadis kecil nan mungil dengan rambutnya yang ikal. Nunu namanya. Gadis
kecil yang baru berumur 4 tahun itu selalu terlihat ceria selalu mengajukan pertanyaan kepada siapa saja,
tapi tidak untuk hari ini. Hari ini ia terlihat sangat murung dengan bibirnya
yang agak dimanyunkan ke depan. Ia terus saja menatap ke halaman depan.
Orang-orang yang berada di rumah melihatnya dengan penuh keheranan, termasuk si
kakak. Kakak perempuannya yang cantik jelita dengan khimar dan jilbab yang
menjadi ciri khasnya.
“Nu,
kamu kenapa? Nggak seperti biasanya. Biasanya cerewet minta ampun. Kamu sakit
yahh?” tanya sang kakak yang agak sedikit khawatir dengan sikap Nunu yang tidak
seperti biasanya. Sebenarnya si kakak rindu dengan berbagai pertanyaan yang
dilontarkan sang adik mungilnya itu.
“Nunu
nggak sakit kok kak. Nunu Sehat. Cuman, Nunu mau jalan-jalan keluar mumpung
nggak hujan. Tapi kakak sama Bunda sibuk ngurusin pakaian yang dijemur itu.”
Keluh Nunu.
Mendengar
jawaban Nunu, sang kakak hanya tersenyum sambil mengelus kepala adik kesayangannya
itu. “Jadi kamu mau jalan-jalan keluar? Hmm, Kakak ada rapat nih di masjid kamu
mau ikut nggak?” tawar sang kakak sambil beranjak meninggalkan Nunu menuju
kamar.
“Bener
nih kak? Nunu boleh ikut?”
“Ia.
Sudah ganti baju sana. Kakak juga baru mau siap-siap. Takut telat.”
“Yeeaayyyyy,
Horeee.!!” Teriak Nunu dengan gembira sambil berlari kecil menuju kamarnya.
***
“Nu,
kamu sudah selesai?” tanya kakak yang telah siap berangkat dengan pakaian
kebesarannya. Uppss, maksudnya jilbabnya yang longgar dan khimarnya yang
panjang. Juga kaos
kakinya yang selalu melekat ketika hendak keluar dari rumah. Kata kakak, kaki
juga termasuk aurat jadi harus ditutup.
“Ia
kak, Nunu sudah siap.!” Jawab Nunu dengan sedikit agak berteriak sambil berlari
keluar dari kamarnya. Ia makin cantik dan imut dengan jilbab yang melekat di
tubuh mungilnya. Ia memang sudah diajarkan oleh kakaknya untuk mengenakan
jilbab. Dan Bunda juga nge-dukung mereka untuk berjilbab. Pemahaman kakak
terkait perbedaan makna antara jilbab dan kerudung itu ia dapatkan dalam
organisasi di sekolahnya. Kalau tidak salah nama organisasinya Rohis. Tapi ada
satu hal yang menarik perhatian si kakak setelah melihat Nunu.
“Kerudung
kamu mana?” tanya kakak
“Kan
panas kak, gak usah pake kerudung yahh kakk. Sekali inniiiii saja.” Pinta Nunu yang
agak sedikit memohon.
Seperti
biasa, sang kakak tersenyum dan mengelus kepala Nunu. Mungkin ini jurus jitu
kakak supaya Nunu patuh. Hehehe. “Adikku yang manis.
Perintah memakai khimar atau kerudung itu wajib. Kalau tidak dilaksanakan yahh
dapat dosa. Jadi tidak peduli mau panas, mau dingin, mau hujan, kerudung tetap
harus dipakai. Kan diluar banyak yang bukan mahram kita.”
“Tapi
kak, diluar itu panaaasss bangett.”
“Nah
maka dari itu. Dengan kerudung yang kita pakai, kita dapat terlindungi dari
sinar matahari yang siap membakar kulit kita. Katanya siap mau jadi anak yang
shaleha?”
Mendengar
jawaban sang kakak, Nunu segera bergegas mengambil kerudungnya yang berada di
dalam kamar. Lalu mereka berdua pergi ke tempat yang mereka tuju setelah pamit
sama Bunda.
***
Di
tengah perjalanan Nunu melihat pemandangan yang mengundang sejuta tanya dalam
hatinya yang siap ia lontarkan kepada kakaknya. Para pengamen jalanan.
“Kak
mereka ngapain di pinggir jalan? sambil bawa adiknya pula? Kan bahaya, mereka
bisa ditabrak sama pengendara. Ibunya kemana kak? Kok tega membiarkan
anak-anaknya di pinggir jalan? Ayahnya mana kak? Mereka nggak takut ya kalau
nanti anak-anak mereka diculik? Apa orang tua mereka gak takut sama azab Allah
ya kak? Mereka kan diberi anak untuk dijaga bukan untuk ditelantarkan?”
berbagai pertanyaan Nunu mengalir begitu saja tanpa memberi jeda untuk sang
kakak memberikan jawaban atas setiap pertanyaannya
Sang
kakak yang sudah tahu kebiasaan Nunu hanya dapat diam mendengarkan semua pertanyaan
Nunu hingga Nunu berhenti dan menunggu jawabannya. “Mereka itu lagi cari uang
untuk makan. Mereka bekerja dengan cara seperti itu. Menyanyi dengan alat musik
seadanya lalu setelah itu ia akan diberi uang oleh para pengendara. Ya, memang
sangat berbahaya berada dipinggir jalan. Mereka bisa saja tertabrak kalau tidak
hati-hati atau kalau ada pengendara yang ngebut. Kebanyakan dari mereka sudah
tidak mempunyai orang tua jadi mereka berusaha untuk mencari uang sendiri.”
Belum
selesai kakak menjelaskan, Nunu kembali meluncurkan pertanyaannya “Kemana Nenek
mereka kak? Kakek? Paman? Bibi? Apa mereka juga tidak menyayangi anak kecil
itu? Kan kasihan kak, mereka seharusnya tidak perlu mencari uang. Tugas mereka
kan harus belajar. Yang mencari uang itu tugas orang dewasa.” tanyanya dengan
mengutip beberapa kalimat yang ia pernah dengar dari pembicaraan kakak dengan
bunda.
“Entahlah.
Kakak pun tidak terlalu tahu dik. Beginilah memang pemandangan yang akan sering
kita lihat ketika sistem yang digunakan adalah sistem demokrasi. Sistem yang
dibuat oleh manusia. Sangat berbeda ketika sistem yang digunakan adalah sistem
Islam. Sistem yang dibuat oleh Pencipta kita.”
“Memangnya
apa yang akan terjadi kalau sistem Islam yang diterapkan kak? Bukannya sama
saja ya kak antara sistem demokrasi dengan sistem islam? Keduanya kan sama-sama
dibuat untuk mengatur kita?” . Jangan heran. Nunu memang baru berumur 4 tahun.
Tapi cara berpikirnya sudah seperti orang dewasa. Mungkin karena seringnya
berdiskusi dengan kakak.
“Kalau
sistem islam yang diterapkan, anak-anak yang seperti mereka akan dicari tahu
siapa keluarga mereka. Kalau keluarga mereka tidak mampu untuk menghidupi
mereka maka dicarilah kerabat mereka. Apabila kerabat mereka juga tidak mampu
maka akan dititipkan ke tetangganya. Dan jika tetangganya juga tidak mampu untuk
menghidupi anak tersebut maka kebutuhan anak tersebut akan ditanggung oleh
negara. Anak-anak seperti mereka akan mendapatkan zakat.” Jelas sang kakak.
“
Jadi keluarga mereka bagaimana kak? Mereka kan juga tidak mampu. Apa mereka
tidak sekalian saja ditanggung kebutuhannya oleh negara? Juga kerabat dan
tetangganya?”
“Tidak
mampu yang kakak maksud disini adalah mereka tidak mampu menghidupi kehidupan
si anak yang tadi. Mereka hanya bisa menghidupi kehidupan mereka sendiri. Kalau
pun ada seorang kepala keluarga yang tidak mampu untuk menghidupi keluarganya
lantaran dia tidak mendapatkan sebuah pekerjaan dan ia masih terlihat kuat dan
muda, maka tugas negara adalah memberikannya sebuah pekerjaan agar si bapak ini
dapat melaksanakan kewajibannya sebagai kepala keluarga yaitu mencukupi
kebutuhan keluarganya.”
Masih
banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan Nunu. Hal yang seperti inilah yang
Nunu suka terhadap kakaknya. Apabila ia bertanya, si kakak selalu saja mampu
menjawabnya. Tapi diskusi mereka segera berakhir ketika mereka telah sampai ke
tempat yang mereka tuju. Yang disana telah tampak beberapa teman kakak yang
berpakaian sama dengan mereka. Ya, dengan pakaian kebesaran mereka.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar